Upaya membangun karakter, guna menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional, terutama pembangunan sumber daya manusia Indonesia, yang berarti pula perlu adanya pembinaan sumber daya manusia, guna menciptakan ketahanan nasional yang tangguh. Oleh karena itu dalam rangka membangun karakter bangsa diperlukan partisipasi dan pembinaan dari berbagai komponen bangsa melalui pola pembinaan karakter di dalam keluarga, pembinaan karakter di lembaga pendidikan dan pembinaan karakter di lingkungan masyarakat.
Namun pembangunan karakter bangsa tersebut tidak akan terlepas dari berbagai pengaruh baik tingkat global, regional maupun nasional. Lahirnya globalisasi dunia dan perkembangan Tekhnologi informasi yang sangat pesat telah membawa pertemuan dan gesekan-gesekan nilai-nilai budaya diseluruh dunia dan akan berpengaruh terhadap perkembangan politik, sosial, ekonomi dan budaya di Indonesia. Kondisi tersebut apabila tidak disikapi dengan bijak akan berdampak pada sikap dan perilaku anak bangsa yang mengarah pada terjadinya degradasi etika, moral dan wawasan kebangsaan.
Globalisasi akan berpengaruh terhadap perkembangan kehidupan bangsa yang multidimensional dan saling mengkait. Krisis ekonomi yang dialami bangsa Indonesia pada dasa warsa yang lalu akan berdampak pada krisis sosial dan politik, yang pada perkembangannya justru akan menyulitkan upaya pemulihan ekonomi. Disamping itu banyaknya konflik horisontal dan vertikal yang terjadi dalam kehidupan sosial merupakan salah satu akibat dari semua krisis yang terjadi. Apabila kita melihat bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang plural seperti beragamnya suku, budaya daerah serta kondisi geografis negara kepulauan yang tersebar, tentunya semua itu mengandung potensi konflik yang dapat melemahkan nilai-nilai persatuan dan kesatuan bangsa. Kecenderungan tersebut berpotensi mendorong timbulnya perilaku masyarakat yang radikal dan anarkhis sehingga pada akhirnya dapat menimbulkan konflik horisontal antar kelompok, sebagai contoh yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian massal, tawuran antar kelompok masyarakat dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya, bahkan di kota-kota besar tertentu, gejala tersebut telah sampai pada taraf yang meresahkan.
Fenomena-fenomena tersebut memberi gambaran tentang pudarnyya nilai-nilai yang hidup di tengah-tengah masyarakat, baik nilai-nilai lokal dan berbagai pluralitas yang lain, yang merupakan nilai-nilai luhur dan merupakan jati diri bangsa Indonesia. Fenomena tersebut juga akan dapat menyebabkan memudarnya semangat nasionalisme yang pada akhirnya akan mengganggu dan melemahkan ketahanan nasional.
Kemudian, dampak dari krisis multidimensional yang terlihat dari fenomena di atas, telah memperlihatkan tanda-tanda awal munculnya krisis kepercayaan diri dan rasa hormat diri sebagai bangsa, yang berupa keraguan terhadap kemampuan diri sebagai bangsa untuk mengatasi persoalan-persoalan mendasar yang terus datang. Apabila krisis multidimensi di atas sudah sampai pada krisis kepercayaan diri, maka eksistensi bangsa Indonesia saat ini sedang dipertaruhkan. Maka sekarang ini merupakan saat yang tepat untuk melakukan evaluasi dan membangun kembali sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara “ nation and character buliding “ , karena mungkin saja persoalan-persoalan yang kita hadapi selama ini berawal dari kesalahan dalam menghayati dan menerapkan konsep awal “ kebangsaan “ yang menjadi pondasi “ ke-Indonesia-an “ , ataukah kesalahan para penerus kemerdekaan. Kesalahan ini yang antara lain dapat menjerumuskan bangsa Indonesia ke kondisi yang tidak diharapkan.
Dengan merasakan kondisi nyata bangsa yang sedang terjadi selama ini, maka timbul pertanyaan, mengapa akhir-akhir ini wawasan kebangsaan menjadi dipersoalkan ? Hal ini tidak lepas dari berbagai perilaku penyimpangan yang terjadi di masyarakat sehingga menyebabkan terganggungnya kehidupan sosial masyarakat. Apabila kita mencoba mendalaminya, menangkap berbagai ungkapan masyarakat, terutama dari kalangan cendekiawan, pemuka dan tokoh masyarakat, perilaku tersebut patut menjadi masalah keprihatinan. Pertama, ada keprihatinan tentang adanya upaya baik dari dalam maupun dari luar negeri yang sengaja melarutkan pendangan hidup bangsa kedalam pola pikir yang asing untuk bangsa ini. Kedua, ada kesan yang seakan-akan bahwa saat ini keadaan semangat kebangsaan telah menjadi dangkal, tererosi dan terjadi degradasi terutama sekali terasa di kalangan generasi muda, seringkali disebut bahwa sifat induvidualis, konsumtif dan materialistik mengubah idealisme yang merupakan jiwa kebangsaan kita. Ketiga, adanya kekhawatiran ancaman akan pecahnya integrasi kebanggsaan, dengan malihat gejala yang terjadi di Yugoslavia, di bekas Uni Soviet dan juga di negara-negara lain, dimana paham kebangsaan merosot menjadi paham kesukuan atau keagamaan. Hal ini disebabkan oleh banyaknya para penyelenggara negara saat ini yang suka meniru gaya hidup baru dari luar negeri, yang kadang tanpa memperhitungkan dampaknya bagi kelangsungan hidup masa depan bangsa.
APA ITU KARAKTER
Sebelum dilakukan pembahasan pada penulisan makalah ini, akan disampaikan apa itu karakter :
1) Menurut Bahasa adalah Tabiat/kebiasaan.
2) Watak ( perangai batin ) mengandung arti bentuk pribadi, tingkah laku atau budi pekerti.
3) Ilmu karakter mengandung arti gerak-gerik, tingkah laku, amal perbuatan, cara bersikap hidup yang berbeda dengan orang lain. Dengan demikian Karakter akan menampilkan sikap dan perilaku yang didorong dari dalam ( sebagai inner power ) untuk menampilkan dan mewujudkan hal-hal yang terpuji. Dengan kata lain karakter sebagai mesin penggerak dan sekaligus kemudi yang menentukan pilihan induvidu bangsa menuju suatu kebahagiaan atau menuju kehancuran.
Dengan demikian “ Karakter Bangsa “ adalah merupakan tata nilai budaya dan keyakinan yang mengejawantahkan dalam kebudayaan suatu masyarakat dan memancarkan ciri-ciri khas keluar, sehingga dapat ditanggapi orang sebagai kepribadian masyarakat tersebut, (Forum Kajian Antropolgi Indonesia, 2008 Hal 8).
Disamping itu, pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional adalah “ bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, temperamen, watak “. Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “ to mark “ atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai-nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan berperilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang berperilaku sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.
Pembinaan dan pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak atau seseorang, agar supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat yang baik dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik dan warga Negara yang baik, bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai tertentu, yang dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu hakekat dari pembinaan dan pendidikan karakter dalam konteks membangun bangsa Indonesia adalah pembinaan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi penerus bangsa.
MEMBANGUN KARAKTER BANGSA
Beberapa pengertian tersebut di atas adalah merupakan acuan dalam pembahasan dan selanjutnya akan dibahas bagaimana kondisi faktual yang meliputi berbagai keprihatinan tersebut di atas, seperti yang kita rasakan saat ini, pola sikap dan pola tindak serta soliditas bangsa sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor kondisi sosial yang mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat. Kondisi ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan yang disebut dengan pancagatra, dalam ketahanan nasional merupakan satu kesatuan gatra, artinya bahwa hubungan antar gatra merupakan satu sistem kekuatan yang utuh, kompak, ulet dan tangguh dalam mengatasi segala bentuk ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan terhada bangsa dan negara. Kelemahan atau kerapuhan pada salah satu gatra merupakan ancaman bagi kelemahan gatra secara keseluruhan, demikian pula sebaliknya.
Dampak perkembangan global yang demikian cepat didukung oleh perkembangan teknologi informasi dam komunikasi, telah membuat dunia ini seolah semakin sempit, tidak lagi memiliki batas-batas ruang dan waktu. Hal ini dapat berdampak langsung terhadap pergeseran tata nilai bangsa, yang tercermin dalam setiap pola sikap, pola pikir dan pola tindak setiap anak bangsa. Dalam bidang sosial budaya, globalisasi telah membawa pertemuan dan gesekan-gesekan nilai-nilai budaya dan agama di seluruh dunia, yang dapat menghasilkan kompetisi tidak sehat, saling mempengaruhi serta terjadi pertentangan.
Disamping itu kerawan sosial timbul akibat kesejangan ekonomi yang semakin tinggi dan berbagai ketidak adilan antar kelompok masyarakat. Sementaran itu masalah sosial budaya lainnya seperti merebaknya budaya korupsi, kolusi dan nepotisme yang sulit diberantas dan munculnya berbagai kasus suku, agama, ras dan antar golongan ( SARA ), Konsekuensi logis dari pengaruh perkembangan global adalah perubahan tata nilai, tata laku dan gaya hidup masyarakat Indonesia yang mengarah pada sikap induvildualistik dan hedonis dengan tampilan perilaku yang keras dan susah diatur.
Budaya dan adat istiadat masyarakat Indonesia mempunyai perbedaan antara lain suku yang satu dengan yang lainnya, sehingga hal ini akan saling mempengaruhi dalam proses/kontak kebudayaan. Kontak kebudayaan atau adat istiadat akan terjadi Cultur animosity yaitu keadaan dimana dua masyarakat yang memiliki kebudayaan berbeda akan saling menolak pengaruh kebudayaan / adat istiadat antara satu dengan yang lain. Hal ini akan menjadi rentan terhadap persatuan dan kesatuan, manakala menonjolkan kepentingan budaya ataupun adat istiadatnya. Sehingga perlu adanya penyadaran untuk saling menghormati melalui pembinaan keluarga, di lembaga pendidikan maupun di lingkungan masyarakat, yang secara utuh untuk mewujudkan rasa persatuan dan kesatuan budaya atau adat istiadat sebagai khasanah budaya bangsa Indonesia yang saling menghormati.
Fenomena-fenomena tersebut di atas memberikan gambaran tentang pudarnya nilai-nilai Pancasila, baik nilai-nilai agama maupun nilai-nilai kearifan lokal, yang selanjutnya akan dapat memudarkan semangat kebangsaan. Kecenderungan tersebut akan berpotensi mendorong timbulnya perilaku masyarakat yang anarkhis dan radikal, sehingga pada akhirnya dapat menimbulkan konflik horisontal, yang akhir-akhir ini sering terjadi di berbagai wilayah. Salah satu solusinya adalah peningkatan kualitas kehidupan melalui pendidikan, yang bertumpu pada jati diri bangsa Indonesia. Hal itu akan terwujud apabila ada pemahaman yang sama tentang implementasi karakter kebangsaan dalam kehidupan keluarga, lembaga pendidikan dan di lingkungan sosial masyarakat.
Perkembangan ligkungan strategis baik tingkat global, regional maupun nasional, akan memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap upaya membangun karakter kebangsaan dalam bingkai persatuan dan kesatuan bangsa. Globalisasi dan kemajuan teknologi informasi, di satu sisi dapat memacu semangat bangsa Indonesia untuk membangun bangsanya maju sejajar dengan negara-negara lain. Di sisi lain banyak pengaruh negatifnya dan apabila tidak difilter akan berpengaruh terhadap perilaku anak bangsa. Sehingga globalisasi akan melindas bangsa-bangsa di dunia ini yang tidak memiliki karakter kebangsaan yang kuat, karakter kepribadian yang kuat dan selanjutnya akan mampu mewujudkan bangsa yang kuat dan terciptanya katahanan nasional yang kuat.
Bangsa Indonesia telah sepakat bahwa Pancasila yang di gali dari nilai-nilai luhur budaya bangsa digunakan sebagai dasar negara, ideologi, pandangan hidup dan falsafah bangsa serta dijadikan paradigma nasional pemersatu bangsa Indonesia. Kemudian bergulirnya arus reformasi nasional merupakan fakta bahwa bangsa Indonesia menghendaki perubahan-perubahan. Diharapkan cita-cita reformasi adalah merupakan kelanjutan dari cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia. Disamping itu bangsa Indonesia terdiri dari pluralitas dan heterogenias etnis, bahasa, adat-istiadat yang merupakan kekayaan budaya bangsa. Jika hal itu dikelola dengan baik akan menjadi kekuatan perekat dan pemersatu bangsa dalam membangun Indonesia yang multikultural, sehingga ketahanan nasional akan tetap terjaga.
Ketahanan nasional adalah kondisi dinamis suatu bangsa yang berisi keuletan dan ketangguhan, yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala bentuk ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri, baik langsung maupun tidak langsung yang membahayakan identitas, integritas, kelangsungan hidup bangsa dan negara dalam mencapai tujuan nasinoal. Ketahanan nasional harus dimulai dari membangun katahanan dari diri sendiri, keluarga dan lingkungan, baik lingkungan tempat tinggal, lingkungan masyarakat, lingkungan pendidikan, lingkungan kerja dan berlanjut dalam lingkungan wilayah yang pada akhirnya akan bermuara pada satu titik yakni katahanan nasional.
Ketahanan nasional juga dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk yang kualitasnya rendah dan lemahnya karakter. Pertumbuhan penduduk yang tinggi akan berpengaruh dalam penyediaan bahan pangan, tingkat kesehatan, pendidikan, lapangan kerja, kerusakan lingkungan maupun pemanasan global, yang akan berdampak pada tingkat kemiskinan semakin tinggi, sehingga akan menyebabkan pada lemahnya ketahanan, pertahanan bangsa dan negara. Oleh sebab itu jumlah penduduk harus dikendalikan. Apabila tidak dikendalikan diprediksi jumlah penduduk tahun 2045, 1 dari 20 penduduk dunia adalah orang Indonesia, yang berjumlah + 450 juta jiwa, ( Editorial Media Indonesia, 4 April 2011 ). Jumlah penduduk yang relatif kecil, baik di dalam keluarga, masyarakat maupun negara, akan lebih mudah dalam pembinaan dan penanaman nilai-nilai karakter suatu bangsa.
Pembinaan dan pendidikan karakter harus berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai moral universal yang bersumber dari agama. Pembinaan dan pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai dasar tersebut. Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut adalah : cinta kepada Tuhan dan ciptaan-Nya ( alam seisinya ), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, keadilan dan kepemimpinan, baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai dan cinta persatuan. Disamping itu nilai-nilai karakter yang lain adalah meliputi : 1) Bertaqwa, 2) bertanggung jawab, 3) Berdisiplin, 4) Jujur, 5) Sopan, 6) Peduli, 7) Kerja keras, 8) Sikap yang baik, 9) Toleransi, 10) Kreatif, 11) Mandiri, 12) Rasa ingin tahu, 13) Semangat, 14) Cinta damai, 15) Menghargai.
Disamping nilai-nilai karakter tersebut, di dalam Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang etika kehidupan berbangsa,diamanatkan bahwa untuk meningkatkan kualitas manusia yang beriman, bertaqwa, dan berahklak mulia serta berkepribadian Indonesia dalam kehidupan berbangsa. Pokok-pokok etika kehidupan berbangsa tersebut mengacu pada cita-cita persatuan dan kesatuan, ketahanan, kemandirian, keunggulan dan kejayaan, serta kelestarian lingkungan yang dijiwai oleh nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa. Kemudian 4 ( empat ) Pilar bangsa yang menjadi konsesus dasar bangsa Indonesia dalam berbangsa dan bernegara yaitu “ Pancasila, UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika “ yang merupakan pilar perekat bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Adakah nilai-nilai karakter tersebut pada diri kita, pada keluarga kita, pada masyarakat dan apakah nilai-nilai karakter tersebut saat ini ada pada kita bangsa Indonesia. Ataukah sebaliknya, karena pengaruh derasnya arus globalisasi dunia dan maraknya teknologi informasi, sehingga kita lupa pada jati diri bangsa Indonesia. Oleh karena itu diharapkan kepada para orang tua, Tokoh masyarakat, Tokoh agama, para Alim ulama, para Pendidik dan seluruh komponen bangsa untuk berperan aktif dalam menanamkan nilai-nilai karakter bangsa, sehingga anak-anak kita tidak terjerumus pada perilaku dan tindakan yang negatif. Lemahnya pendidikan karakter pada anak usia dini akan berakibat pada masa remaja, karena tidak memilki pondasi karakter yang kuat dan kokoh, sehingga kehidupan mereka akan mudah goyah dan terombang-ambing oleh situasi dan keadaan yang melingkupinya. Dengan demikian tugas orang tua bukan hanya mendidik anak untuk menjadi pandai dalam bidang inteligensia, akan tetapi membekali dan mendidik anak dengan membekali moral yang baik yang akan mengarah pada pembentukan karakter, terutama dengan mengaplikasikan pada anak tentang nilai-nilai karakter yang telah disebutkan di atas. Demikian juga lembaga pendidikan tidak hanya mendidik anak / siswa menjadi pandai dalam bidang akademik, namun diharapkan membekali dan mendidik siswa memiliki moral yang baik dan berkarakter. Dengan bekal karakter dari keluarga dan dari lembaga pendidikan diharapkan seorang anak dapat menyaring berbagai pengaruh negatif, sehingga seorang anak dapat dengan mudah bergaul dan hidup di lingkungan masyarakat. Dengan demikian kita harus membentuk dan membangunan karakter anak dan bangsa kita yang sesuai dengan perjalanan sejarah, budaya dan nilai-nilai yang kita anut berdasarkan jati diri kita dan jati diri bangsa, dan proses pembangunan karakter adalah merupakan suatu proses yang tidak pernah berhenti ( character building is a never ending proces ).
Sejarah memberikan pelajaran yang sangat berharga, betapa perbedaan, pertentangan dan pertukaran pikiran, itulah hakekat yang sesungguhnya, yang mengantarkan bangsa Indonesia ke pintu gerbang “ kemerdekaan “. Melalui perbedaan, pertentangan dan pertukaran pikiran tersebut kita banyak belajar, bagaimana toleransi dan keterbukaan dari para Pendiri Republik ini dalam menerima pendapat dan berbagai kritik saat itu. Melalui pertukaran pikiran itu kita juga bisa mencermati, betapa kuat keinginan para Pemimpin Bangsa itu untuk bersatu di dalam identitas kebangsaan, sehingga perbedaan-perbedaan itu tidak menjadi persoalan bagi mereka. Oleh karena itu pendidikan dan pembinaan karakter harus digali dari landasan idiil Pancasila dan landasan Konstitusional UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Sejarah bangsa Indonesia memperlihatkan bahwa pada tahun 1928, ikrar “Sumpah Pemuda“ menegaskan tekad untuk membangun nasional Indonesia. Mereka bersumpah untuk berbangsa, bertanah air dan berbahasa satu yaitu Indonesia. Ketika merdeka dipilihnya bentuk Negara Kesatuan. Peristiwa sejarah itu menunjukkan adanya suatu kebutuhan yang secara sosio-politis merefleksi keberadaan watak pluralisme bangsa Indonesia. Kenyataan sejarah dan sosio budaya tersebut lebih diperkuat melalui arti simbol “ Bhineka tunggal Ika “ pada lambang Negara Indonesia.
Dari mana kita memulai belajar nilai-nilai karakter bangsa, dari Keluarga, lembaga pendidikan dan masyarakat. Dengan melihat berbagai fenomena di atas, maka tantangan saat ini dan ke depan bagaimana kita mampu menempatkan pembinaan dan pendidikan karakter sebagai suatu kekuatan bangsa. Oleh karena itu kebijakan dan implementasinya yang berbasis karakter menjadi sangat penting dan strategis dalam rangka membangun bangsa ini. Hal ini tentunya menuntut adanya dukungan yang kondusif dari para pranata politik, sosial, seluruh stakeholder dan budaya bangsa.
“Membangun Karakter Bangsa untuk memperkuat Ketahanan Nasional”, adalah merupakan kearifan dari keanekaragaman nilai dan budaya kehidupan masyarakat. Kearifan itu diharapkan segera muncul, jika seseorang membuka diri untuk menjalani kehidupan bersama dengan melihat realitas plural yang terjadi. Oleh karena itu pembinaan dan pendidikan karakter harus diletakkan pada posisi yang tepat, apalagi ketika menghadapi konflik yang berbasis pada suku, ras dan keagamaan. Pembinaan dan pendidikan karakter bukanlah sekedar wacana tetapi realitas dalam mengimplementasikan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia, bukan hanya sekedar kata-kata tetapi tindakan dan bukan hanya sekedar simbol atau slogan, tetapi keberpihakan yang cerdas untuk memperkuat ketahanan nasional guna membangun keberadaban bangsa Indonesia di masa depan.
HASRAT UNTUK BERUBAH
Ketika aku masih muda dan bebas berkhayal,
Aku bermimpi ingin mengubah dunia,
Seiring dengan bertumbuhnya usia dan kearifanku,
Kudapatkan bahwa,
Dunia tidak kunjung berubah,
Maka cita-cita itupun agak kupersempit,
Lalu kuputuskan untuk hanya mengubah negeriku,
Namun tampaknya,
Hasrat itupun tiada hasil
Ketika usiaku semakin senja
Dengan semangatku yang masih tersisa
Kuputuskan untuk mengubah keluargaku
Orang-orang yang paling dekat denganku
Tetapi celakanya, merekapun tidak mau diubah
Dan kini sementara aku berbaring saat ajal menjelang
Tiba-tiba kusadari,
“ Andaikan yang pertama-tama kuubah adalah diriku “
Maka dengan menjadikan diriku sebagai teladan,
Mungkin aku bisa mengubah keluargaku,
Lalu berkat inspirasi dan dorongan mereka,
Bisa jadi akupun mampu memperbaiki Negeriku
Kemudian siapa tahu, aku bahkan bisa mengubah dunia.
apa itu karakter :
1. Menurut Bahasa adalah Tabiat/kebiasaan.
2. Watak ( perangai batin ) mengandung arti bentuk pribadi, tingkah laku atau budi pekerti.
3. Ilmu karakter mengandung arti gerak-gerik, tingkah laku, amal perbuatan, cara bersikap hidup yang berbeda dengan orang lain. Dengan demikian Karakter akan menampilkan sikap dan perilaku yang didorong dari dalam ( sebagai inner power ) untuk menampilkan dan mewujudkan hal-hal yang terpuji. Dengan kata lain karakter sebagai mesin penggerak dan sekaligus kemudi yang menentukan pilihan induvidu bangsa menuju suatu kebahagiaan atau menuju kehancuran.
Dengan demikian “ Karakter Bangsa “ adalah merupakan tata nilai budaya dan keyakinan yang mengejawantahkan dalam kebudayaan suatu masyarakat dan memancarkan ciri-ciri khas keluar, sehingga dapat ditanggapi orang sebagai kepribadian masyarakat tersebut.
Oleh karena itu pendidikan dan pembinaan karakter harus digali dari landasan idiil Pancasila dan landasan Konstitusional UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945.
1. Bahwa pembangunan karakter tidak dapat diiajarkan melainkan hanya dapat ditularkan melalui internalisasi, keteladanan, dan sosial kontrol.
2. Pembangunan karakter induvidu anak bangsa harus dimulai dari rumah, sekolah dan di masyarakat.
3. Membangun karakter tidak bisa dilakukan dengan mudah dan santai, membangun karakter hanya bisa dilakukan melalui penanaman disiplin dan tanggung jawab.
4. Pendidikan karakter merupakan tanggung jawab bersama seluruh komponen bangsa baik pemerintah, masyarakat, lembaga pendidikan maupun orang tua.